BALIKINI NEWS | KARANGASEM — Setelah beberapa waktu lalu, ribuan warga Bugbug menggelar aksi menolak pembangunan resort di kawasan Bukit Gumang, kini pada Jumat (7/7/2023) warga yang pro atau mendukung adanya pembangunan resort tersebut, menggelar aksi serupa.
Orasi oleh ratusan warga Bugbug diadakan di kantor Bupati dan DPRD Karangasem dikoordinir langsung Kelian Desa Adat Bugbug, Nyoman Ngurah Purwa Arsana bersama para prajuru lainnya, dimana aksi tersebut bertujuan untuk mengklarifikasi tudingan yang dirasa tidak benar yang dilontarkan pendemo sebelumnya.
Belasan spanduk dibentangkan warga dalam aksi tersebut, selain mendapat pengawalan dari pihak aparat, kehebohan warga diwarnai iring-iringan Baleganjur. Warga silih berganti berorasi seraya menegaskan, bahwa pembangunan Resort Gumang di kawasan objek wisata Candidasa dan dinilai tidak ada melanggar perda tata ruang dan hutan lindung, juga bhisama tentang kawasan suci.
Dimana menurut Kelian Desa Adat Bugbug, Nyoman Ngurah Purwa Arsana,jika pembangunan Resort Gumang tidak ada melanggar kawasan hutan lindung. "Alasan 22 hektar lahan di Kawasan Pura Gumang bersertifikat atas nama Desa Adat Bugbug dan berada di kawasan objek wisata Candidasa. Mana ada kawasan hutan lindung bersertifikat. Marilah jangan provokasi masyarakat. Resort Gumang dibangun untuk mensejahterakan masyarakat Bugbug, karena dalam kontrak perjanjian yang kami sepakati 70 persen tenaga kerja nanti adalah warga Bugbug," katanya.
Ribuan warga pendukung dibangunnya Villa Neano 'menyerbu' gedung DPRD Karangasem, dan disambut langsung Wakil Ketua DPRD Karangasem, I Nengah Sumardi bersama Ketua Komisi I, I Nengah Suparta dan anggota Komisi II, I Nyoman Winata. Hadir menerima massa pendemo Anggota Komisi III, I Komang Mustika Jaya dan I Wayan Budi di wantilan Gedung DPRD.
I Nengah Adi Susanto selaku Tim Hukum Desa Adat Bugbug menyampaikan jika pembangunan Villa Neano di Kawasan Bukit Gumang tidak ada melanggar perda tata ruang dan kawasan suci. "Pembangunan dilakukan di zona pemanfaatan lahan dan bukan di kawasan inti," katanya. Kawasan pembangunan resort itu disebutkan berada di titik 1.303 meter dari Pura Gumang sehingga lokasinya berada di Kawasan penyangga dan pemanfaatan untuk akomodasi pariwisata.
Ditambahkan I Gede Ngurah, Tim Hukum Desa Adat Bugbug jika pembangunan tersebut ditilik dari sisi aturan, terutama Perda 8 tahun 2015 Provinsi Bali tentang Arahan Zonasi dan Perda 17 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Perda nomor 17 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karangasem tahun 2012-2032, bahwa pembangunan resort di kawasan Bukit Gumang berada di zona pemanfaatan.
Sementara itu, Penyarikan Desa Adat Bugbug, I Wayan Merta, mengklarifikasi jika kontrak lahan seluas 2 hektar di kawasan Bukit Gumang itu sudah disepakati dalam rapat Prajuru Dulun Desa. "Sudah disepakati Anggota Prajuru Dulun Desa juga perwakilan dari masing-masing banjar adat. Sayangnya Mas Suyasa(koordinator demo sebelumnya) yang ditempatkan sebagai Penasehat Desa Adat Bugbug tidak pernah hadir setiap paruman terkait kontrak lahan tersebut," sebutnya.
Dari Dewan dan anggota DPRD Karangasem, I Nengah Sumardi mengapresiasi apa yang telah disampaikan warga pendukung pembangunan Resort Gumang yang sudah berlangsung sangat tertib. “Tentu sebagai lembaga aspirasi, kami tetap objektif mencerna persoalan yang ada sesuai dokumen dan lekita yang sudah kami terima. Yang pasti proses penyerapan aspirasi kedua pihak sudah kami tampung dan kami pastikan akan bersikap objektif untuk menelaah persoalan ini," ucap Sumardi.
Usai menyampaikan aspirasi di gedung DPRD Karangasem, warga pendukung pembangunan Resort Gumang bergerak ke kantor Bupati untuk menyampaikan aspirasi juga untuk mengklarifikasi tudingan yang dianggap tidak benar oleh pendemo sebelumnya. Perwakilan massa diterima langsung Sekda I Ketut Sedana Merta. (Ami)